The Perfectionist

Afi Ahmad Ridho
3 min readSep 19, 2024

--

Untukmu yang Tak Dapat Berdamai dengan Ketidaksempurnaan

Photo by Afif Ramdhasuma on Unsplash

Mentari baru saja terbit dari kaki langit, menyapa setiap insan yang baru saja menggulung sajadah setelah sholat subuh. Sebenarnya hari ini tak jauh beda dari biasanya. Kamu bangun pagi, beribadah, merapikan tempat tidur, lalu bersih diri dan bersiap berangkat pergi kuliah. Hanya saja, pikiranmu tidak demikian.

Ada badai besar berkecamuk di kepala akibat orang-orang di sekitarmu yang payah, tak mampu mencapai ekspektasimu, pikiranmu kusut, melebihi kusut sprei kasur yang belum kamu ganti selama berminggu-minggu karena terlampau dalam memikirkan hal-hal di luar kendali. Tentang organisasi yang seharusnya begini, tentang orang lain yang seharusnya begitu, tentang pemerintah yang seharusnya melakukan ini dan itu.

“Semuanya menyebalkan!” keluhmu dalam benak.

Rasanya sangat tidak mengenakkan. Sungguh. Aku tahu betul karena aku juga pernah merasakan hal yang sama. Saat hubungan dengan kolega, teman, atau kekasih memburuk, biasanya aku teringat kata-kata legendaris Jean Paul Sartre, “hell is other people.” Neraka adalah orang lain katanya.

Terkadang, kita punya ekspektasi, harapan, dan bayangan ideal mengenai apa yang seharusnya dilakukan orang lain pada kita. Dan itu wajar. Yang tidak wajar adalah saat standar yang kita tetapkan terlampau tinggi, melebihi kemampuan orang yang kita harapkan. Dan yah, akhirnya kita menderita akibat pikiran kita sendiri.

Jika kamu relate dengan paragraf di atas, maka kamulah Sang Perfeksionis. Orang yang sangat rentan untuk menderita.

Mengenal Sang Perfeksionis

Seperti akar katanya, “perfect,” perfeksionis adalah pemuja kesempurnaan. Seorang perfeksionis memiliki tuntutan yang terlampau tinggi kepada diri sendiri dan orang lain. Tuntutan-tuntutan itu muncul tanpa disadari dan didorong oleh kekhawatiran berlebih pada kegagalan, bukan keinginan untuk berkembang. Ada beberapa tanda yang mengindikasikan kamu adalah seorang perfeksionis. Mengetahui tanda-tanda tersebut akan membantumu untuk menanggulanginya; menanggulangi sifat perfeksionis juga berarti mengurangi potensi untuk stress dan kekhawatiran berlebih.

1.Pola pikir “semua atau tidak sama sekali.”

Beberapa hal yang mungkin kita upayakan tidak berjalan 100%, dan itu tidak apa-apa. Sayangnya, seorang perfeksionis tidak akan mau menerima kesalahan sekecil apapun; mereka memandang 78% keberhasilan sebagai kegagalan.

“good enough is not enough”

2.Sangat kritis

Seorang perfeksionis akan sangat kritis dalam memandang dirinya dan orang lain. Mereka seringkali menyorot kesalahan dan detail-detail kecil yang tidak sesuai dengan kehendak mereka.

3.Sering merasa depresi akibat kegagalan

Seorang perfeksionis jarang terlihat bahagia. Jika sikap lapang dada bisa menolong seseorang untuk bangkit dari kekesalan dan kekecewaan, Sang Perfeksionis cenderung untuk menyalahkan diri sendiri serta larut dalam kubangan kesedihan sahat ekspektasi mereka gagal tercapai.

4.Prokrastinasi (membuang-buang waktu)

Perilaku prokrastinasi mungkin terdengar kontradiktif dengan perfeksionisme. Namun riset klinis telah membuktikan bahwa seringkali sifat perfeksionis yang tidak diiringi dengan kemampuan untuk mengeksekusi ekspektasi–fenomena ini disebut perfeksionisme maladaptif–dapat mengakibatkan prokrastinasi.Hal ini disebabkan oleh rasa takut terhadap kesalahan dalam suatu tindakan membuat seorang perfeksionis tertahan untuk berbuat sesuatu.

Menyikapi Sifat Perfeksionis

Perfeksionisme dapat berbuah positif apabila dapat disikapi dengan baik. Lakukan beberapa tips di bawah ini agar kamu terbantu untuk menyikapi sikap perfeksionis secara bijak:

  1. Temukan lingkungan yang membuatmu merasa diterima
  2. Mulai lakukan percakapan batin yang positif dengan diri sendiri (self talk). Misalnya “hari ini aku melakukan kesalahan A, B, dan C. Dan itu tidak apa-apa; kesalahan adalah hal yang wajar. Besok, aku akan melakukannya dengan lebih baik.”
  3. Berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Membanding-bandingkan yang boleh adalah komparasi antara diri kita yang sekarang dengan kita yang kemarin.
  4. Sadari setiap hal yang kamu sedang kerjakan (mindfulness) dan tanamkan bahwa hal yang telah berlalu tidak perlu dipikirkan berlarut-larut.

Kesimpulan

Perfeksionisme yang sehat bisa membuat kamu untuk menunjukkan potensi terbaik. Namun sebaliknya, perfeksionisme yang tidak disikapi dengan baik hanya akan menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran berlebih.

Jika kamu merasa memiliki beberapa sifat perfeksionis, jangan khawatir. Menyadari bahwa perubahan mungkin dibutuhkan adalah langkah awal yang sangat penting. Setelah kamu menyadari bagaimana kecenderungan ini bisa berdampak negatif, kamu bisa mulai mencari pendekatan yang lebih sehat, tetap bisa mencapai tujuanmu, tapi dengan lebih sedikit stres dan hal-hal negatif.

Tulisan ini didedikasikan untuk orang-orang yang merasa dirinya seorang perfeksionis. Khususnya diri saya sendiri.

--

--

Afi Ahmad Ridho
Afi Ahmad Ridho

Written by Afi Ahmad Ridho

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI

No responses yet